Perang Iran-Irak yang berlangsung antara bulan September 1980 hingga August 1988 merupakan salah satu perang konvensional terbesar dan terpanjang sepanjang sejarah.
Meski secara militer tidak memberikan kemenangan yang signifikan bagi Iran, perang tersebut telah memberikan dampak positif yang luar biasa besar bagi eksistensi bangsa Iran hingga sekarang ini. Bagi semua pengamat internasional perang tersebut telah menunjukkan jadi diri bangsa Iran yang sangat militan, gigih, disiplin dan profesional. Betapa tidak, dengan kekuatan militer yang jauh lebih kecil dibanding Irak, Iran berhasil membalikkan kondisi dari negara yang diinvasi menjadi negara yang menginvasi musuh. Jika bukan karena dukungan tanpa batas negara-negara barat dan Arab terhadap Irak serta kekejian Saddam Hussein melancarkan serangan senjata-senjata kimia secara besar-besaran, hampir dipastikan Iran telah memenangkan peperangan.
Ketika Irak menyerbu Iran pada bulan September 1980, para pengamat percaya bahwa hal itu akan mengakhiri gerakan Revolusi Iran yang baru setahun menumbangkan regim diktator Shah Reza Pahlevi dan menggantinya dengan regim baru yang anti-Israel dan Amerika. Pada saat itu para anasir Amerika dan orang-orang liberal masih cukup kuat mencengkeram berbagai posisi strategis, termasuk kursi kepresidenan yang dipegang oleh Bani Sadr. Perpecahan di tubuh militer juga sangat akut. Tentara reguler di bawah komando Presiden Bani Sadr bersaing keras dengan Tentara Pengawal Revolusi dan Milisi Basij yang loyal kepada Ayattollah Khomeini dan revolusi. Akibatnya banyak operasi militer mengalami kegagalan tragis. Baru setelah Bani Sadr digulingkan dari kekuasaannya dan melarikan diri ke Perancis, Khomeini baru bisa mengambil alih komando tentara dan memadukannya dengan kekuatan Tentara Pengawal Revolusi dan Milisi Basij.
Namun kondisi tersebut masih belum bisa mengimbangi Irak secara militer. Pada awal perang Iran hanya memiliki 150 ribu tentara, 1000 tank, 1000 kendaraan lapis baja, 300 artileri, 320 pesawat tempur dan 750 helikopter. Pada saat yang sama Irak memiliki 350 ribu tentara, 6500 tank, 4000 kendaraan lapis baja, 800 artileri, 600 pesawat tempur dan 350 helikopter. Dengan kondisi seperti itu Iran masih menghadapi 2 persoalan berat lainnya, yaitu embargo senjata oleh negara-negara barat terutama Amerika yang selama ini menjadi pemasok utama senjata Iran, serta pembersihan besar-besaran di tubuh militer oleh pemerintahan revolusioner yang membuat kekuatan militer Iran mengalami penurunan tajam.
Iran mengatasi kekurangan-kekurangan tersebut dengan 3 faktor: semangat dan kegigihan personil militer dan para pemimpinnya, taktik yang jitu serta profesionalisme militernya. Dengan ketiga faktor tersebut Iran berhasil memukul mundur pasukan Irak dari wilayah Iran dan sejak tahun 1982 Iran berada di pihak yang menyerbu dan menduduki wilayah Irak.
Kedisiplinan dan keprofesionalan militer Iran bisa dilihat konsitensinya mereka untuk tidak menggunakan senjata kimia meski puluhan ribu tentara Iran menjadi korban dan para insinyur Iran mampu membuat senjata kimia yang tidak kalah canggih dibanding milik Irak. Iran hanya membuat zat-zat penangkal racun untuk melawan serangan massif bom-bom kimia Irak. Selain itu para pilot Iran juga telah menunjukkan keahlian yang tinggi di medan pertempuran, sedemikian rupa hingga para pilot Irak diperintahkan menjauhi pertempuran udara melawan para pilot Iran.
Namun para pilot helikopter tempur Iran telah mencatat sejarah kemiliteran dengan tinta emas. Mereka adalah satu-satunya pilot helikopter tempur di dunia yang pernah terlibat dalam pertempuran-pertempuran udara, dan menang. Secara rata-rata seorang pilot helikopter Iran pernah menembak jatuh 9 helikopter Irak. Selama perang berkali-kali pilot helikopter AH-1J Cobra Iran terlibat duel udara melawan pilot-pilot helikoter Irak yang mengemudikan heli Mi-24 dan Mi-25 buatan Uni Sovyet yang lebih modern. Pada tgl 22 September 1980 2 heli Cobra Iran menembak jatuh 2 heli Mi-25 Irak. Hal serupa terjadi pada tgl 24 April 1981, dengan jumlah dan jenis heli yang terlibat serta heli yang jatuh. Berikut saya cuplikkan satu gambaran tentang kehandalan pilot-pilot Iran dalam menghambat invasi Irak, dari Wikipedia:
"Kekuatan udara Iran yang terdiri dari helikopter-helikopter tempur AH-1 Cobra mulai melakukan serangan terhadap satuan-satuan tentara Irak yang tengah bergerak maju. Bersama dengan pesawat-pesawat F-4 Phantoms yang dilengkapi rudal Maverick mereka menghancurkan sejumlah besar tank dan kendaraan lapis baja Irak dan menghambat gerakan maju mereka. Para pilot Iran kemudian mengetahui bahwa 2 atau 3 pesawat tempur F-4 yang terbang rendah dapat dengan mudah menghancurkan target-target bergerak Irak di mana-mana. Sementara serangan udara Irak dipukul mundur oleh jet-jet penyergap F-14 Tomcat Iran yang dilengkapi rudal Phoenix yang berhasil menjatuhkan sejumlah besar pesawat tempur Irak selama 2 hari pertama pertempuran."
Selain terlibat dalam berbagai misi penyerangan, pilot-pilot helikoter AH-1 Cobra Iran juga berkali-kali berhasil menjalankan misi "penyelamatan" atas satuan-satuan militer Iran yang terdesak. Pada tgl 16 Juli 1982 misalnya, mereka berhasil menyelamatkan tentara-tentara Iran yang terkepung dalam pertempuran di dekat kota Basra.
Mulai 1982 Iran berada di pihak yang unggul setelah berhasil memukul mundur pasukan Irak dari wilayah Iran dan berbalik menduduki wilayah Irak. Pada saat itu bisa diketahui besarnya kehancuran militer Irak akibat perlawanan tentara Iran. Pada saat itu Irak hanya memiliki 1200 tank, 450 pesawat tempur dan 180 helikopter. Dengan kata lain selama kurang 2 tahun pertempuran Irak telah kehilangan lebih dari 5000 tank, 150 pesawat tempur dan 170 helikopter. Dalam periode yang sama Iran hanya kehilangan 300 tank, 0 pesawat tempur dan 50 helikopter.
Pada saat itu Iran sebenarnya mendapatkan kesempatan "enak" dengan menerima tawaran penghentian perang yang diajukan Irak ditambah pemberian ganti rugi serta status sebagai "negara pemenang". Namun Ayatollah Khomeini, seorang pemimpin dengan visi sangat jauh ke depan, melihat hal itu justru bisa mematikan "api revolusi" yang tengah berkobar pada bangsa Iran. Dengan menerima tawaran itu maka semangat revolusi perlahan-lahan akan padam oleh semangat mengejar kesenangan sesaat. Khomeini melihat bangsa Iran tengah memanggul amanah mulia dari Tuhan untuk memimpin umat Islam di seluruh dunia melawan kakuatan jahat zionis internasional dan membebaskan Palestina. Misi itu tidak mungkin bisa dipanggul oleh bangsa yang mudah berkompromi dengan godaan duniawi. Maka Khomeini menolak tawaran Saddam Hussein untuk menghentikan pertempuran setelah menganggap mengalahkan Saddam Hussein sama dengan mengalahkan zionis internasional dan membuka pintu bagi misi selanjutnya, yaitu membebaskan Palestina.
Sikap Khomeini sama dengan sikap yang diambil Nabi Muhammad setelah kemenangan kaum muslim atas kaum musrik Quraish Mekkah dalam Perang Badar. Kala itu sebagian kaum muslim tergoda untuk mendapatkan harta tebusan dari tawanan-tawanan perang yang mereka dapatkan. Namun Allah memerintahkan Nabi Muhammad untuk menghukum mati para gembong Quraish yang tertawan.
Jika saja Nabi memenuhi keinginan sebagian kaum muslim itu, maka semangat jihad umat Islam akan luntur dan digantikan oleh semangat mencari keuntungan dunia, dan Islam pun tidak akan sampai kepada kita saat ini.
Khomeini memang gagal mewujudkan ambisinya mengalahkan regim "kafir antek zionis" Saddam Hussein karena bantuan tanpa batas Amerika dan negara-negara Arab kepada Irak serta karena kekejian Irak melancarkan perang senjata kimia yang tidak diladeni Iran. Namun Khomeini berhasil menjaga "api revolusi Islam" tetap berkibar di tengah-tengah bangsa Iran, hingga saat ini.
Catatan:
Syria dan Libya adalah 2 dari sedikit negara yang menjadi pendukung Iran dan melakukan tindakan nyata baik berupa penutupan akses darat Irak ke Laut Tengah melalui Syria atau berupa pemberian bantuan persenjataan. Selain itu pada saat yang sama tentara-tentara Syria bahu-membahu dengan tentara Iran terlibat perang rahasia namun intensif melawan Israel dan Amerika di Lebanon. Libya sudah dihancurkan zionis internasional dan kini Syria tengah menjadi sasaran berikutnya.
Sumber: wikipedia.
Lihat Kesini: http://cahyono-adi.blogspot.co.id/2013/05/perang-iran-irak-dan-jatidiri-bangsa.html
_________________________________________
Perang Iran-Irak
Artikel utama: Perang Iran - Irak
Ruhollah Khomeini dengan Ahmad Khomeini dan Mohammad - Ali Rajai
Tak lama setelah power asumsi , Khomeini mulai menyerukan revolusi Islam di seluruh dunia Muslim , termasuk tetangga Iran Arab Irak , [ 104 ] satu negara besar selain Iran dengan penduduk mayoritas Syiah . Pada saat yang sama Saddam Hussein , pemimpin Arab sekuler Irak nasionalis Ba'athist , sangat ingin mengambil keuntungan dari militer melemah Iran dan ( apa yang ia duga ) kekacauan revolusioner , dan khususnya untuk menduduki provinsi kaya minyak yang berdekatan Iran Khuzestan , dan untuk melemahkan upaya revolusioner Islam Iran untuk menghasut mayoritas Syiah negaranya .
Pada September 1980 , Irak melancarkan invasi skala penuh dari Iran , mulai apa yang akan menjadi delapan tahun panjang Perang Iran - Irak ( September 1980 - Agustus 1988 ) . Kombinasi perlawanan sengit dengan Iran dan ketidakmampuan militer oleh pasukan Irak segera terhenti kemajuan Irak dan , pada awal 1982, Iran kembali hampir semua wilayah kalah invasi . Invasi rally Iran di belakang rezim baru , meningkatkan perawakannya Khomeini dan memungkinkan dia untuk mengkonsolidasikan dan menstabilkan kepemimpinannya . Setelah pembalikan ini , Khomeini menolak tawaran Irak gencatan senjata , bukan menuntut reparasi dan menggulingkan Saddam Hussein dari kekuasaan . [ 105 ] [ 106 ] [ 107 ] Perang berakhir pada tahun 1988 , dengan 320,000-720,000 tentara Iran dan milisi membunuh [ 108 ]
Walaupun populasi Iran dan ekonomi tiga kali ukuran Irak , yang terakhir dibantu oleh tetangga Teluk Persia negara-negara Arab , serta Blok Soviet dan negara-negara Barat . Teluk Persia Arab dan Barat ingin memastikan revolusi Islam tidak tersebar di Teluk Persia , sementara Uni Soviet khawatir tentang potensi ancaman yang ditimbulkan terhadap kekuasaannya di Asia Tengah di utara . Namun, Iran memiliki sejumlah besar amunisi yang diberikan oleh Amerika Serikat selama era Shah dan Amerika Serikat secara ilegal menyelundupkan senjata ke Iran selama tahun 1980 meskipun kebijakan anti -Barat Khomeini (lihat Iran - Contra affair ) .
Perang itu berlangsung selama enam tahun dengan biaya pemasangan . 1988 melihat selama sebulan serangan rudal Irak mematikan di Tehran , pemasangan masalah ekonomi , demoralisasi pasukan Iran , serangan oleh Angkatan Laut Amerika di kapal Iran , rig minyak , dan pesawat komersial , dan merebut kembali Irak dari Semenanjung Faw .
Pada bulan Juli tahun itu , Khomeini , dalam kata-katanya , “ meminum cawan racun ” dan menerima gencatan senjata yang dimediasi oleh PBB . Meskipun tingginya biaya perang - 450.000 sampai 950.000 korban Iran dan USD $ 300.000.000.000 [ 109 ] - Khomeini bersikeras bahwa memperluas perang ke Irak dalam upaya untuk menggulingkan Saddam belum kesalahan . Dalam ’ Surat untuk Rohaniwan ’ ia menulis : “ … kita tidak bertobat , atau kita menyesal bahkan untuk satu saat untuk kinerja kami selama perang . Apakah kita lupa bahwa kita berjuang untuk memenuhi kewajiban agama kita dan bahwa hasilnya adalah isu marginal ? ’ [ 110 ]
Rushdie fatwa
Lihat juga : The Satanic Verses kontroversi
Sebuah edisi Persia ilegal The Satanic Verses , dikecam oleh Khomeini
Pada awal tahun 1989, Khomeini mengeluarkan fatwa yang menyerukan pembunuhan Salman Rushdie , seorang penulis Inggris kelahiran India . The hukum berkuasa ( Fatwa ) yang menyatakan bahwa pembunuhan Rushdie diizinkan bagi umat Islam untuk mengambil bagian karena dugaan penghujatan melawan Muhammad dalam novelnya , The Satanic Verses , diterbitkan pada tahun 1988 yang berisi ayat-ayat bahwa banyak Muslim - termasuk Ayatollah Khomeini - dianggap menyinggung Islam dan nabi . [ 112 ]
Di Barat , fatwa Khomeini dikutuk di seluruh dunia barat oleh pemerintah dengan alasan bahwa hal itu melanggar hak asasi manusia universal kebebasan berbicara dan kebebasan beragama , namun fatwa tersebut juga telah diserang karena melanggar aturan fiqh dengan tidak mengizinkan terdakwa kesempatan untuk membela diri , dan karena ” bahkan yang paling ketat dan ekstrim dari ahli hukum klasik hanya memerlukan Muslim untuk membunuh siapapun yang menghina Nabi dalam persidangan dan di hadapannya . “ [ 113 ]
Meskipun Rushdie publik menyesalkan ” penderitaan yang telah disebabkan publikasi ke pengikut yang tulus dari Islam “ , [ 114 ] fatwa itu tidak dicabut . Khomeini menjelaskan ,
Bahkan jika Salman Rushdie bertobat dan menjadi orang yang paling saleh sepanjang masa , adalah wajib bagi setiap muslim untuk menggunakan semua yang dia punya , hidup dan kekayaannya , untuk mengirim dia ke neraka . [ 115 ]
Rushdie sendiri tidak dibunuh tapi Hitoshi Igarashi , penerjemah Jepang dari buku The Satanic Verses , dibunuh dan dua penerjemah lain buku selamat upaya pembunuhan
(Khomeinir-tumblr/ABNS)
0 komentar:
Posting Komentar