SELAMAT DATANG DI AHLUL BAIT NABI SAW

AHLUL BAIT NABI SAW: Media Agama Dan Suara Hati Umat Islam * Media Persatuan dan Kesatuan Sunni Dan Syiah

Terbaru

Realitas di Balik Lupa dan Mengingat Allah

Mengingat (berdzikir kepada Allah) banyak ditekankan dalam al-Quran dan hadis-hadis. Mengingat Allah dianggap sebagai amalan yang paling...

Para peziarah Syaih di depan makam Imam Ali bin Abi Thalib di Kota najaf, selatan Irak. (Foto: ahlulbayt.org)

Tag: Wawancara Prof.Jalaludin Rahmat

Mesti ada pasal bisa menghukum orang menyebarkan kebencian terhadap sebuah kelompok.

Banyak kalangan awam secara sembrono menganggap semua aliran dalam Syiah sesat. Apalagi keyakinan ini bukan karena pencarian pribadi lewat literatur Syiah atau bertanya kepada orang Syiah, dan usaha lainnya untuk mencari tahu.

Semua informasi soal kesesatan Syiah diperoleh hanya melalui kajian singkat, selebaran, dan pesan kebencian melalui media sosial. Banyak yang memandang Syiah sesat karena membolehkan mutah, Al-Quran dibaca berbeda, salatnya cuma tiga kali sehari.

Salah satu tokoh Syiah di Indonesia, Jalaluddin Rahmat, menjelaskan seputar hal itu saat ditemui Selasa pekan lalu di kompleks rumah dinas anggota Dewan Perwakilan Rakyat di bilangan Kalibata, Jakarta Selatan.

Berikut penjelasan Jalaluddin Rahmat kepada Faisal Assegaf dari Albalad.co.


Menurut hasil konferensi para ulama sedunia di Amman, Yordania, pada 2005, Syiah Zaidiyah dan Syiah Imamiyah tidak sesat. Apakah benar seperti itu?

Dari Indonesia hadir dalam konferensi itu termasuk Tuti Alawiyah dan Hasyim Muzadi. Mereka memutuskan Syiah Zaidiyah dan Syiah Imamiyah bagian dari Islam, tidak sesat.

Alasan utamanya Syiah Zaidiyah dianggap paling dekat dengan ahlu sunnah. Buat Indonesia, termasuk kelompok pembaru seperti Muhammadiyah dan Persis, ada kitab tulisan orang Syiah Zaidiyah dijadikan buku rujukan dalam fiqhnya kelompok pembaru. Namanya Nailul Authar karya Imam Syaukani.

Sikap lebih baik terhadap Syiah Imamiyah itu dimulai dari Jamaluddin al-Afghani. Dia ternyata Syiah Imamiyah kemudian datang ke Mesir dan menyebarkan pembaruan. Di Mesir dia bertaqiyah sebagai mazhab Hanafi. Sekarang orang tahu dia adalah orang Syiah.

Sampai kemudian ada dialog dan rencana untuk mendekatkan antar mazhab antara Hasan al-Banna dengan seorang ulama dari Iran. Sayangnya, Hasan al-Banna dibunuh. Dilanjutkan oleh Syaltut mendirikan Darul Taqrib Bainal Mazahib.

Jadi sudah lama ada dialog baik antara Sunni dan Syiah. Karena itu tidak heran, Syiah Imamiyah juga masuk dalam mazhab tidak dianggap sesat.

Malah kalau tidak salah Syiah Ibadhiyah, secara historis berasal dari kelompok Khawarij dan banyak dianut di Oman, diakui juga bagian dalam Islam.


Kalau di Indonesia paham Syiah mana paling dominan?

Sekarang ini Syiah Imamiyah. Tapi dulu kaum habaib banyak menganut Syiah Zaidiyah.


Kaum awam menganggap Syiah sesat karena salatnya tiga kali sehari, azan dan tahiyat ada tambahan kesaksian terhadap Ali bin Abi Thalib, Al-Quran berbeda, dan mutah atau kawin kontrak. Bagaimana penjelasan soal ini?

Itu masalah fiqh banyak sekali alasannya tapi terpaksa kita jelaskan secara sederhana. Mengenai salat digabung, Sayyid Sabiq menulis kitab fiqh bernama Fiqhu Sunnah (fiqhnya Ahli Sunnah) dan dijadikan pegangan termasuk oleh kaum Salafi. Kaum Salafi sebenarnya tidak ada fiqh, fiqh mereka kembali kepada Al-Quran dan Sunnah.

Ada satu bab khusus dalam kitab Fiqhu Sunnah soal hadis-hadis membolehkan menjamak (menggabungkan) salat zuhur dan asar, magrib dan isya, serta bahkan kalau dijadikan kebiasaan sekalipun. Hadis diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim menyebutkan Rasulullah pernah menjamak salat zuhur dan asar, magrib dan isya, di Madinah bukan karena uzur atau bepergian.

Dulu di kalangan ulama NU (Nahdhatul Ulama) kalau mereka muktamar, supaya tidak mengganggu jalannya muktamar, salat zuhur dan asar digabung.

Jadi kalau itu dianggap kesesatan Syiah, maka sesatlah Sayyid Sabiq, Bukhari dan Muslim meriwayatkan hadis itu, dan sesatlah para ulama di Indonesia menjamak salatnya itu.

Ada kawan saya dari kalangan ahlu sunnah menulis satu buku khusus soal menjamak salat. Namanya Alwi al-Muhdar.

Soal Al-Quran kaum Syiah dituding berbeda, itu adalah fitnah usianya mungkin lebih dari seribu tahun. Artinya walau dibuktikan berkali-kali Al-Quran dibaca orang Syiah tidak berbeda, tetap saja fitnah itu diteruskan. Itu disebut stigmatisasi.

Stigmatisasi adalah memberikan informasi keliru tentang suatu kelompok. Walau kekeliruan itu dengan mudah bisa diperiksa, tetap itu dipertahankan.

Pembuktiannya mudah. Pergi saja ke Iran dan lihat lomba pembacaan Al-Quran di sana. Pergi saja ke pasar dan beli Al-Quran dijual dan dibaca oleh orang-orang Iran.

Saya pernah menawarkan kalau ada Al-Quran Syiah berbeda dengan Al-Quran umumnya, saya bayar Rp 100 juta. Dengan catatan diumumkan di publik, dengan catatan jangan Al-Quran bikinan baru. Tapi Al-Quran dijual dan dibaca orang-orang Iran.

Memang benar Al-Quran bikinan Iran berbeda. Jilidnya dengan kertas berkualitas sangat bagus dan berharum gaharu. (Jalaluddin menunjukkan Al-Quran baru dia beli bulan ini di Iran). Biasanya kertas bagus dan harumbegini di Indonesia cuma dipakai untuk membuat kartu undangan.

Orang Iran mempersembahkan yang paling baik untuk mencetak Al-Quran. Orang Iran itu sangat menghormati Al-Quran. Dicetak dengan sangat bagus menggunakan kertas berkualitas.

Kalau masalah azan ada tambahan kesaksian terhadap Ali sebagai pemimpin setelah Nabi Muhammad (Asyhadu anna Aliyan waliyullah), ada perbedaan di kalangan ulama Syiah.

Sayyid Husain Fadlullah, ulama Syiah Imamiyah dari Libanon, menyebut tambahan azan Aliyan waliyullah itu bidah. At-Tusi menyebut pula tambahan itu bidah. Para ulama Syiah lain bilang tambahan itu memang bukan sunnah tapi hanya pernyataan terbuka tentang keyakinan mereka.

Di dalam tahiyat salat tidak pernah orang Syiah memakai tambahan Asyhadu anna Aliyyan waliyullah setelah bersyahadat. Di Iran umum orang Syiah memakai tambahan itu hanya dalam azan.

Di Sunni kan ada tambahan dalam azan Ashshalatu khairum minanaum (salat itu lebih baik ketimbang tidur). Semua ulama Sunni sependapat soal ini. Karena tambahan itu, kita tidak akan menyebut Sunni sesat.

Tentang kawin mutah. Ada banyak dalil tentang mutah dalam kitab-kitab ahlu sunnah. Misal dalam kitab Sahih Muslim. Di dalam bab mengenai nikah mutah disebutkan di zaman Nabi Muhammad nikah mutah itu dibolehkan. Dan semua ulama sepakat soal ini. Ulama Sunni juga sepakat.

Cuma terjadi perbedaan kapan diharamkannya. Ada yang menyebutkan diharamkan pada Futuh Makkah. Kata Imam Syafii, belum pernah ada hukum dibolehkan kemudian dibatalkan lalu dibolehkan dan dibatalkan lagi sampai tujuh kali.

Tapi riwayat paling kuat, nikah mutah dibatalkan oleh Khalifah Umar bin Khattab, menurut Sahih Bukhari dan Muslim.

Kata orang Syiah, kita ikuti yang disepakati dan kita hindari yang menjadi perbedaan. Artinya di zaman Rasulullah nikah mutah itu dibolehkan.

Menariknya, dalam kitab Bidayatul Mujtahid karya Ibnu Rusd dan dipakai di pesantren-pesantren di Indonesia, dalam bab nikah mutah disebutkan bolehnya nikah mutah itu adalah pendapat para ulama Hijaz (ulama Makkah dan sekitarnya).

Yang membedakan nikah mutah dengan nikah biasa adalah adanya perjanjian, yang lainnya sama. Syarat-syarat nikahnya sama, siapa haram dinikahi sama.


Apa perjanjiannya?

Setelah ijab kabul ada perjanjian adalah nikahnya seluruh kaum muslim di Indonesia. Ada yang disebut taklik talak.

Secara definisi, mutah adalah nikah dengan perjanjian. Maka semua orang Indonesia sebetulnya menikah mutah.


Berapa lama masa berlaku minimal nikah mutah?

Tidak ada minimalnya, sama seperti talak di kalangan Sunni. Bisa saja kawin sekarang, besok talak.


Jadi siapa menentukan perjanjian masa nikah dalam mutah?

Itu tergantung perempuan, dia menentukan berapa lama. Jadi hak perempuan lebih dihormati dalam nikah mutah ketimbang nikah biasa.


Jadi bukan lelaki menentukan masa nikah?

Bukan, perempuan menentukan. Kalau perempuan tidak bersedia menentukan perjanjian nikah, maka itu nikah biasa bukan nikah mutah.


Jadi orang Syiah bisa juga nikah biasa?

Bisa, tapi bukan nikah mutah namanya. Nggak ada masalah.

Yang penting untuk digarisbawahi adalah perempuan menentukan. Jadi nikah daim (nikah biasa) adalah nikah lestari tapi tiap saat bisa diputus kapan saja.

Kalau nikah mutah adalah nikah putus dan tiap saat bisa dilestarikan. Artinya setelah berakhir masa berlaku sesuai perjanjian, maka bisa diperpanjang dengan nikah daim. Bahkan tiap saat bisa diubah jadi daim.


Jadi misalnya kalau perjanjiannya enam bulan, setelah masa itu habis, perlu akad ulang?

Tidak, kesepakatan ulang bisa dibikin berdua saja antara suami dan istri.

Ada cerita lucu seorang mahasiswa Arab Saudi di Amerika menanyakan kepada seorang mufti Saudi, apakah dia boleh menikah mutah hingga kuliahnya selesai. Mufti itu menjawab nikah mutah itu haram tapi kamu boleh nikah biasa saja, namun dalam hati boleh diniatkan akan dicerai selesai kuliah.


Sebagai anggota dewan, apa yang sudah Anda perjuangkan untuk melindungi kaum Syiah?

Karena saya di Badan Legislasi, yang kita usahakan adalah undang-undang memberikan perlindungan kepada umat beragama.

Sebetulnya, apa yang terjadi sekarang terhadap orang-orang Syiah sudah melanggar undang-undang. Misalnya, ujaran kebencian terhadap Syiah sudah melanggar Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Saya berharap bakal ada undang-undang perlindungan semua agama, termasuk kelompok minoritas. Juga mesti ada pasal bisa menghukum orang menyebarkan kebencian terhadap sebuah kelompok.

Harus ada revisi, kalau bisa dibatalkan, undang-undang penistaan agama karena bisa dijadikan alat untuk menghukum kelompok minoritas karena dianggap menistakan agama.

(Al-Balad/ABNS)

0 komentar:

Posting Komentar

Galeri Berita

ABNS ONLINE - ABNS NEWS - ABNS HEALTH - ABNS TANI - ABNS DOA, BUKU, KHASANAH - ABNS VIDEO - ABNS INFO SEJARAH - SYIAH TETAP ISLAM - SYIAH JAKFARI


























Komentar Facebook ABNS

Join Komentar FB Bukhori Supriyadi Yadi

 
SYIAH JAKFARI © 2013. All Rights Reserved. Powered by SYIAH JAKFARI
Top